Jumat, Mei 15, 2009

Peran Guru BK belum Optimal Tangani Anak Korban Ketakharmonisan Keluarga

KASUS ketidakharmonisan keluarga membawa dampak besar bagi pendidikan siswa di sekolah. Peran guru Bimbingan Konseling (BK) di sekolah dinilai belum maksimal menangani kasus itu.

Bahkan salah satu pengamat pendidikan Undiksha Singaraja menilai, guru BK di sekolah belum optimal mengembangkan profesi dalam kapasitasnya sebagai konselor di sekolah.

Bagaimana peran guru BK di sekolah khususnya di SMK?
Prof. Dr. Gede Sedanayasa, pengamat pendidikan Undiksha Singaraja menjelaskan, peran guru BK di SMK masih diragukan keberadaannya. “Saya melihat kondisi guru-guru di SMK belum maksimal mengembangkan profesinya sebagai guru BK.

Tak hanya di SMK, di SMA maupun SMP hal itu banyak terjadi,” jelas Kejur BK Fakultas Ilmu Pendidikan Undiksha Singaraja itu.
Guru SMK belum selektif dalam hal memberikan bimbingan yang seharusnya didapatkan siswa. Dalam jenjang pendidikan SMK, peran guru BK tak hanya meliputi bimbingan konseling, tapi orientasinya lebih banyak pada bimbingan karier.

“Untuk SMK, peran guru BK harus berorientasi lebih banyak pada bimbingan karier. Apalagi dengan diadakannya program perluasan SMK, keberadaan guru BK penting, untuk mempersiapkan tenaga kerja siap pakai,” jelas Prof. Sedanayasa.

Banyak hal yang bisa dilakukan untuk mengetahui potensi siswa dalam SMK. Salah satunya dengan mengadakan kelas percobaan maupun tes kemampuan dan bakat siswa. Melalui kelas percobaan dan tes bakat, guru BK melakukan bimbingan karier dan mengarahkan mereka pada jurusan sesuai bakatnya.

“Guru BK punya tugas yang banyak, kalau mereka mau mengembangkan profesinya. Tak hanya memecahkan masalah pribadi siswa, melainkan mencari masalah apa yang dihadapi siswa terutama masalah bakat dan minat. Ini penting bagi kelancaran proses belajar-mengajar di sekolah,” tambah Prof. Sedanayasa.

Setelah ditemukan bakat dan minat, arahkan siswa pda jurusan yang tepat. Selanjutnya, kembangkan melalui praktik kerja di lapangan. “Selama ini, saya melihat belum ada pencarian data-data oleh guru BK mengenai kondisi psikologis siswa, bakat maupun minat dari masing-masing siswa,” katanya.

Dari penelitian yang dilakukannya di SMP dan SMA negeri maupun swasta di Buleleng, ditemukan ada dorongan kuat siswa mengenali jati dirinya. “Apa sebenarnya bakat dan minatnya. Hampir semua siswa ingin tahu hal itu. Itu tugas guru BK sebagai pembimbing di sekolah,” tegasnya.

Umumnya guru BK di sekolah menghadapi masalah pribadi siswa yang erat kaitannya dengan ketakharmonisan keluarganya. Siswa lebih banyak menghabiskan waktunya untuk bolos sekolah tanpa sepengetahuan orangtua. Hal itu karena kurangnya perhatian orangtua terhadap pendidikan anak di sekolah.

“Karena setelah dilakukan home visit, banyak orangtua yang tak mengetahui bagaimana keadaan anaknya di sekolah karena sibuk mencari nafkah. Ada juga karena ketidakharmonisan orangtua di rumah sehingga anak lebih cenderung mencari kesenangan sendiri dengan hal-hal negatif,” jelasnya.

Melihat kondisi itu, Prof. Sedanayasa mengharapkan, peran guru BK dalam menangani hal itu harus dilakukan sedini mungkin dengan beberapa upaya preventif, presentatif maupun kuratif.

Langkah preventif bisa dilakukan dengan mengundang beberapa instansi terkait yang berkaitan dengan prilaku remaja yang menyimpang seperti sosialisasi tentang narkoba, prilaku seksual yang menyimpang, bahkan lebih efektif jika menggunakan media-media pembelajaran sebagai contoh.

Secara presentatif, guru BK mampu mengembangkan bakat siswa sesuai dengan bidangnya. Langkah kuratif dengan jalan membantu siswa memecahkan berbagai masalah.
Faktanya, guru BK cenderung kuratif. Hal ini juga disebabkan kurangnya sosialisasi mengenai kode etik dan asas kerahasiaan yang berlaku bagi guru BK.

“Tak banyak siswa yang tahu kalau apapun masalah pribadi yang mereka ceritakan dapat dirahasiakan. Yang ada dalam pikiran mereka, datang ke ruang BK adalah tabu. Kode etik dan asas kerahasiaan harus makin sering disosialisasikan pada siswa dalam acara tertentu,” ungkapnya.

Kurang optimalnya peran guru BK dalam mengembangkan profesi juga dinilainya karena latar belakang pendidikan. Masih banyak guru BK di sekolah berasal dari latar belakang pendidikan yang berbeda. Saat ini di Buleleng sekitar 65 guru BK yang bukan berlatang belakang pendidikan konseling.

Untuk mengatasi hal itu, Jurusan BK Undiksha memberikan tambahan pemahaman mengenai BK. “Sayangnya, tak banyak yang memanfaatkan kesempatan ini. Karena yang datang hanya 25 orang. Komitmen sebagai pendidik saya rasa masih kurang,” pungkasnya. —put

-------------------
Berorientasi Konseling dan Karier

PERAN guru BK,khususnya di SMK lebih banyak berorintasi bimbingan konseling dan karier. Hal itu diungkapkan Kepala SMKN 1 Sukasada, Nyoman Suastika, M.Pd. “Guru BK di sekolah kami lebih banyak perperan dalam hal bimbingan konseling dan karier.

Selain memantau perkembangan psikologis anak, guru BK juga diharapkan dapat membantu siswa dalam menyelesaikan masalah karier terutama masalah bakat dan kesempatan kerja. Bimbingan karier memudahkan mereka untuk pindah jurusan jika tak sesuai dengan pilihan semula,” jelas Suastika.

Satu jam seminggu, guru BK mempunyai kesempatan memantau perkembangan siswa dengan kunjungan langsung ke kelas-kelas. “Keberadaan BK tak hanya menunggu siswa datang ke ruang BK, tapi bekerja sama dengan beberapa wali, orangtua bahkan teman dekat siswa. Karena umumnya, siswa cenderung curhat dengan teman dekatnya.

Informasi itu selanjutkan kami kembangkan dan mencari solusi,” terang Suastika. Selain itu, pembekalan mengenai moral, etika, disiplin maupun etos kerja juga selalu diterapkan tiap hari sebelum siswa masuk kelas di lapangan. Rata-rata siswa SMK lebih banyak melakukan bimbingan karier untuk menggali potensi keterampilan mereka sesungguhnya.

Bimbingan karier diberikan pada awal tahun ajaran baru bagi semua siswa SMK. Pemantauan nilai pada catur wulan pertama dijadikan patokan untuk mengetahui bakat dan potensi siswa. Penjurusan yang tak sesuai, langsung diarahkan pada jurusan yang semestinya untuk menunjang proses belajar dan prospek kerja siswa.

Hal itu diakui guru BK SMKN 1 Sukasada, Drs. Nyoman Jaya. Menurut Jaya, kondisi siswa SMK berbeda dengan SMP maupun SMA. Bimbingan karier lebih banyak dilakukan karena mereka harus siap terjun ke dunia kerja.

Namun, Jaya juga tak menampik, banyak memberikan konseling mengenai masalah pribadi siswa karena ketidakharmonisan orangtua. “Banyak kasus siswa broken home yang kami tangani.

Rata-rata perbulan bisa mencapai 5 kasus. Ini biasanya berpengaruh pada absensi siswa dan kenakalan remaja. Menangani hal itu, kami melakukan home visit membicarakan masalah ini pada orangtua,” jelas Jaya.

Setelah diadakan evaluasi dan study kasus mengenai masalah yang dihadapi siswa, ketidakharmonisan keluarga menjadi hambatan siswa mengembangkan bakat dan minatnya di sekolah.

Pihak sekolah memutuskan tahun ajaran mendatang akan dilakukan meditasi yoga bagi siswa untuk mengurangi masalah yang selama ini dihadapi siswa baik di rumah maupun di sekolah. “Mudah-mudahan program ini dapat menekan masalah yang terjadi pada siswa selama ini dan lebih memudahkan mereka untuk belajar di sekolah,” tambah Jaya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar