Jumat, Mei 01, 2009

TAATILAH SUAMIMU

Pernikahan adalah salah satu nikmat Allah yang diberikan kepada laki-laki
dan perempuan dengan kadar yang sama dan berimbang, ia adalah wujud
kecintaan, kasih sayang, mementingkan pasangan, saling memberi dan menerima,
hal itu terbaca jelas dalam firman Allah,

*"Dan di antara tanda-tanda kekuasaanNya ialah dia menciptakan untukmu
istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram
kepadanya, dan dijadikanNya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya
pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang
berfikir." *(Ar-Rum: 21).

Demi menjaga kelanggengan kasih sayang dan hubungan baik antara suami istri
maka Allah meletakkan hak bagi masing-masing atas pasangannya. Firman Allah,


*"Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut
cara yang ma'ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan
daripada istrinya." *(Al-Baqarah: 228).

Istri mempunyai hak-hak atas suami yang tidak sedikit yang wajib diberikan
oleh suami kepadanya, jika suami tidak menunaikannya maka hal itu dianggap
sebagai dosa dan kemaksiyatan yang tidak ringan di sisi Allah. Sebaliknya
suami memiliki hak-hak atas istri sebanding dengan hak istri atas suami, di
antara hak-hak suami adalah hendaknya seorang wanita muslimah menjadi istri
yang patuh dan taat kepada suaminya dengan menunaikan hak-haknya
sebaik-baiknya.

*Besarnya hak suami atas istri*

Hak suami atas istri adalah besar, kedudukannya di hadapannya adalah agung,
hal itu tergambar dengan jelas melalui:

*A.* Perintah Rasulullah saw kepada istri agar bersujud kepada suami
seandainya makhluk boleh bersujud kepada makhluk.

Dari Abu Hurairah dari Nabi saw bersabda, *"Seandainya aku memerintahkan
seseorang bersujud kepada orang lain niscaya aku memerintahkan istri agar
bersujud kepada suaminya."* HR at-Tirmidzi, dia berkata, "Hadits hasan."
Al-Arnauth berkata, "Sanadnya hasan."

*B.* Murka yang di langit kepada istri yang menolak permintaan suami untuk
bermesraan, murka ini redah jika suami ridha kepada istri.

Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah saw bersabda, *"Demi dzat yang jiwaku
berada ditanganNya, tidak ada seorang suami mengajak istri ke ranjangnya
lalu istrinya menolaknya kecuali yang di langit memurkainya sehingga suami
ridha kepadanya ."*

*C.* Penunaian ibadah-ibadah sunnah oleh istri bergantung kepada izin dan
lampu hijau suami jika ibadah-ibadah tersebut menghalangi hak suami.

Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah saw bersabda, *"Tidak halal bagi wanita
berpuasa sementara suaminya hadir kecuali dengan izinnya. Dan hendaknya dia
tidak mengizinkan di rumahnya kecuali dengan izinnya."*

Khusus dalam hal ini terdapat teladan dari Aisyah istri Rasulullah saw,
Aisyah berkata, "Aku pernah berhutang puasa Ramadhan, aku baru bisa
melunasinya di bulan Sya'ban hal itu karena kedudukan Rasulullah saw." (HR.
Jamaah).

*D. *Menghadirkan seseorang di rumah suami bergantung kepada restu suami.
Sebagaimana dalam hadits Abu Hurairah di atas,

*"Dan hendaknya dia tidak mengizinkan di rumahnya kecuali dengan izinnya."*

Juga berdasarkan hadits Amru bin al-Ahwas as-Sahmi bahwa dia mendengar sabda
Nabi saw pada haji wada'.


*"Hendaknya mereka tidak mengizinkan di rumahmu bagi orang yang tidak kamu
sukai."* (HR. at-Tirmidzi, dia berkata, "Hadits hasan shahih.")

*E.* Izin khulu' –menuntut berpisah dari istri dengan membayar iwadh (ganti
rugi)- dalam kondisi istri takut tidak mampu menunaikan hak-hak suami
seperti yang dilakukan oleh istri Tsabit bin Qais.

Al-Bukhari meriwayatkan dari Ibnu Abbas berkata, istri Tsabit bin Qais
datang kepada Rasulullah, dia berkata, "Ya Rasulullah, aku tidak membenci
agama dan akhlak Tsabit, hanya saja aku takut kufur dalam Islam." Rasulullah
bertanya, "Apakah kamu mau mengembalikan kebunnya kepadanya?" Dia menjawab,
"Ya." Maka Nabi saw meminta Tsabit berpisah darinya.
Apa yang dilakukan istri Tsabit ini merupakan tindak lanjut dari firman
Allah,

*"Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu
berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat
menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami
istri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas
keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus
dirinya." *(Al-Baqarah:
229).

*F.* Ihdad (berkabung) hanya boleh tiga hari tetapi untuk suami –maksudnya
jika suami yang meninggal- maka masa ihdad lebih panjang yaitu empat bulan
sepuluh hari. Rasulullah saw bersabda,


*"Tidak halal bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir
berihdad atas mayit lebih dari tiga malam kecuali atas suami yaitu empat
bulan sepuluh hari."* (Muttafaq alaihi dari Ummu Habibah dan Zaenab binti
Jahsy).

*G.* Tatanan iddah (masa tunggu) bagi istri yang berpisah dari suami, di
mana dalam masa ini istri belum boleh menerima lamaran dari orang lain
karena hak suami dan suami tetap dinamakan suami yang memegang hak rujuk
jika berpisahnya masih memungkinkan untuk rujuk. firman Allah,

*"Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali
quru'. Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam
rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan Hari Akhirat. Dan
suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para
suami) menghendaki ishlah." *(Al-Baqarah: 228).

*Keutamaan taat kepada suami*

Suami muslim sebagai penanggungjawab rumah tangga mendambakan kehidupan
rumah tangga yang tenteram, diliputi dengan cinta dan kasih sayang demi
mewujudkan kebahagiaan bagi seluruh anggota rumah tangga dan salah satu
faktor penting dalam mewujudkan hal tersebut adalah kepatuhan dan ketaatan
seorang istri muslimah kepada suaminya setelah ketaatannya kepada Allah dan
RasulNya.

Bisa dibayangkan bagaimana keadaan rumah tangga seandainya istri tidak taat
dan patuh kepada suami, kebahagiaan yang diimpikan akan lenyap, kegembiraan
yang didambakan akan terkubur dan kasih sayang yang diharapkan tumbuh subur
akan layu untuk selanjutnya mati tergantikan oleh percekcokan, perselisihan
dan pertengkaran. Hal ini dipicu oleh –salah satunya- keengganan dan
penolakan istri untuk taat kepada suaminya.

Keutuhan rumah tangga sangat diperhatikan oleh Islam karena bagaimanapun
rumah tangga yang utuh jauh lebih baik dari pada rumah tangga yang bubar di
tengah jalan, dari sini kita memahami ketika talak diizinkan, ia diizinkan
dalam kondisi dharurat dan itu pun demi kebaikan dan kemaslahatan suami dan
istri. Demi menjaga keutuhan rumah tangga ini Islam meletakkan
batasan-batasan hak dan kewajiban bagi dan atas suami istri, misalnya dari
sisi istri, dia memiliki kewajiban taat dan patuh kepada suaminya.

Jangan salah paham ketika istri diharuskan taat kepada suami setelah
ketaatannya kepada Allah dan RasulNya, ini tidak serta merta berarti derajat
istri lebih rendah atau ini merupakan perendahan kepada wanita, tidak
demikian karena pada prinsipnya hak dan kewajiban dalam rumah tangga adalah
setara dan sebanding sebagaimana telah penulis singgung dalam makalah
sebelumnya, akan tetapi ini hanyalah pengaturan dan penempatan masing-masing
dari suami dan istri pada pos yang memang sesuai dan sejalan dengan tabiat
dan fitrah masing-masing, tidak mungkin dalam satu kapal ada dua nahkoda dan
tentu yang paling pantas menjadi nahkoda adalah orang yang memiliki kriteria
dalam kadar lebih untuk itu, dan ini ada pada diri suami.

Di samping itu ketaatan dan kepatuhan istri tidak berbuah cuma-cuma, ada
imbalan besar lagi utama yang disediakan atasnya sebagai pendorong, akan
tetapi buah dan imbalan besar ini hanya bisa dipetik oleh istri-istri yang
beriman dengan baik kepada Allah yang dengannya dia lebih mementingkan apa
yang ada di sisiNya daripada selainnya.

*Ketaatan kepada suami adalah salah satu kunci masuk surga*.

Setiap muslim baik laki-laki maupun perempuan tidak terkecuali istri tentu
berharap bisa meraih surga, kebahagiaan abadi yang tidak akan pernah
terputus untuk selama-lamanya, oleh karena itu dia akan berusaha menelusuri
setiap jalan yang bisa menyampaikannya kepadanya dan jalan ke sana memang
banyak, salah satunya secara khusus untuk istri yaitu ketaatannya kepada
suaminya.

Nabi saw bersabda,

*"Apabila seorang wanita menjaga shalat lima waktu, berpuasa pada bulannya,
menjaga kehormatannya dan mentaati suaminya niscaya dia akan masuk surga
dari pintu mana saja yang dia inginkan."* (HR. Ahmad dan Ibnu Hibban)

Adakah balasan yang lebih besar dan utama dari ini? Masuk surga, tidak
sebatas itu akan tetapi lebih dari itu, dari pintu mana saja yang dia
kehendaki. Belum cukuplah hal ini menggugah dan mendorongmu untuk taat dan
patuh kepada suamimu?

Imam Ahmad dan al-Hakim meriwayatkan dari al-Husain bin Mihshan bahwa
bibinya datang kepada Nabi saw untuk suatu keperluan, setelah dia selesai
dari keperluannya, Nabi saw bertanya kepada bibi al-Husain, "Apakah kamu
bersuami?" Dia menjawab, "Ya." Rasulullah bertanya, "Bagaimana dirimu
terhadapnya?" Dia menjawab, "Saya tidak melalaikannya kecuali jika saya
tidak mampu." Maka Rasulullah saw bersabda,

*"Lihatlah dirimu daripadanya, karena dia adalah surga dan nerakamu."*

Kadar kataatan istri kepada suaminya adalah salah satu tolok ukur
keberhasilannya dalam berumah tangga, sejauh mana dia taat kepada suaminya
sejauh itu pulalah nilai yang kedudukan wanita muslimah di sisi suaminya dan
tentu ia menambah kecintaan suami kepadanya. Bukankah ini yang kamu dambakan
wahai istri muslimah?

*Ketaatan kepada suami menandingi ibadah-ibadah besar*.

Dalam kitab *Usudul Ghabah* milik Ibnul Atsir dari Asma' binti Yazid binti
as-Sakan al-Asyhaliyah bahwa dia mendatangi Rasulullah SAW, sementara beliau
sedang duduk di antara para sahabatnya. Asma' berkata, "Aku korbankan bapak
dan ibuku demi dirimu ya Rasulullah. Saya adalah utusan para wanita di
belakangku kepadamu. Sesungguhnya Allah mengutusmu kepada seluruh laki-laki
dan wanita, maka mereka beriman kepadamu dan kepada Tuhanmu. Kami para
wanita selalu dalam keterbatasan, sebagai penjaga rumah, tempat menyalurkan
hasrat dan mengandung anak-anak kalian, sementara kalian – kaum laki-laki –
mengungguli kami dengan shalat Jum'at, shalat berjamaah, menjenguk orang
sakit, mengantar jenazah, berhaji setelah sebelumnya sudah berhaji dan yang
lebih utama dari adalah jihad fi sabilillah. Jika salah seorang dari kalian
pergi haji atau umrah atau jihad maka kamilah yang menjaga harta kalian,
yang menenun pakaian kalian, yang mendidik anak-anak kalian. Bisakah kami
menikmati pahala dan kebaikan ini sama seperti kalian?"

Nabi SAW memandang para sahabat dengan seluruh wajahnya. Kemudian beliau
bersabda, "Apakah kalian pernah mendengar ucapan seorang wanita yang lebih
baik pertanyaannya tentang urusan agamanya daripada wanita ini?" mereka
menjawab, "Ya Rasulullah, kami tidak pernah menyangka ada wanita yang bisa
bertanya seperti dia."

Nabi SAW menengok kepadanya dan bersabda, "Pahamilah wahai ibu. Dan beritahu
para wanita di belakangmu bahwa ketaatan istri kepada suaminya, usahanya
untuk memperoleh ridhonya dan kepatuhannya terhadap keinginannya menyamai
semua itu."
Wanita itu berlalu dengan wajah berseri-seri.

Lihatlah wahai para muslimah, Nabi saw mensejajarkan ketaatan istri kepada
suaminya, usahanya untuk mendapatkan keridhaannya dan kepatuhannya terhadap
keinginannya dengan amalan-amalan besar seperti shalat jumat, shalat
berjamaah, haji, umrah bahkan jihad di jalan Allah Taala. Saya berharap Anda
puas dengan ini karena jika tidak maka dengan apa Anda bisa puas?

*Ketaatan kepada suami adalah salah satu tanda keshalihan istri*

Menjadi muslimah yang shalihah adalah keinginan setiap istri dan suamipun
mendambakan yang sama, untuk mewujudkan keinginan ini mudah saja yaitu
dengan –salah satunya- mentaati suami, firman Allah, "Maka wanita yang
shalih ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya
tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka)." (An-Nisa': 34).
Ayat ini menetapkan bahwa ketaatan kepada Allah merupakan ciri dari wanita
shalihah, dan ketaatan kepada suami adalah bagian dari ketaatan kepada Allah
karena ia merupakan perintah Allah Taala.

Nabi saw bersabda,

*"Sebaik-baik wanita adalah wanita yang jika kamu melihat kepadanya maka
kamu berbahgia, jika kamu memerintahkannya maka dia mentaatimu, jika kamu
bersumpah atasnya maka dia memenuhinya dan jika kamu meninggalkannya maka
dia menjagamu pada diri dan hartamu."* (HR. an-Nasa`i)

*Terakhir apa batasan ketaatan istri kepada suami?*

Batasannya adalah perkara-perkara yang bukan merupakan kemaksiyatan kepada
Allah dan RasulNya, ini adalah batasan kataatan kepada makhluk di mana Allah
Taala memerintahkan mentaatinya dan salah satunya adalah suami. Tidak ada
ketaatan kapada makhluk dalam bermaksiyat kepada Khalik.

Nabi saw bersabda,


*"Tidak ada ketaatan dalam bermaksiyat kepada Allah, ketaatan itu hanya
dalam kebaikan."* (HR. Muslim)

Nabi saw bersabda,


*"…Kecuali jika dia diperintahkan kepada kemaksiyatan, jika dia
diperintahkan kepada kemaksiyatan maka tidak ada kata mendengar dan
mentaati."* (HR. Muslim)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar